Terus Merugi, Petani Tak Bersemangat Menanam Tebu


Magetan (14/01/2015) Asosiasi Gula Indonesia (AGI) memperkirakan produksi gula kristal putih (GKP) pada 2015 berada pada kisaran 2,54 juta ton atau menurun dibanding tahun 2014 yang mencapai 2,58 juta ton. Penurunan ini disebabkan oleh harga lelang gula yang rendah selama 2014. Pada Januari 2014, harga lelang gula sempat mencapai Rp 8.629/kg, namun terus menurun pada kisaran sekitar Rp 8.025/kg. Bahkan, pada November-Desember 2014 stok gula sempat mencapai 1,5 juta ton, membuat harga lelang terus tertekan. 

Akibatnya, banyak petani tebu yang beralih ke tanaman lain. “Begitu harga gula seperti ini, sebagian lahan petani sudah dibongkar untuk komoditas non-gula. Produktivitas jelas turun karena petani semangatnya berkurang dalam menanam tebu,” kata Senior Advisor AGI, Yadi Yusriyadi, kepada wartawan di Gedung Gula Negara, Jakarta, Selasa (13/11). Menurut perhitungan kasarnya, luas areal lahan tebu sebesar 476 ribu Ha tahun ini akan menurun menjadi tinggal 460 ribu Ha di 2015. 

Bila pemerintah tidak segera mengambil tindakan untuk memperbaiki harga lelang gula, Yadi memperkirakan penurunan areal lahan tebu besar-besaran akan terjadi pada 2016. “Kalau harga lelang masih di kisaran Rp 8 ribu per kg, penurunan areal akan besar pada 2016,” ujarnya. Perbaikan harga lelang mutlak diperlukan, apalagi biaya produksi gula tahun 2015 meningkat kurang lebih 10 persen, terutama dari peningkatan biaya angkutan akibat kenaikan harga BBM. “Dengan kenaikan biaya produksi, kalau tidak ada tindakan nyata, maka tahun-tahun berikutnya penurunannya (produksi gula) drastis,” dia memperingatkan.  

Yadi melanjutkan, pemerintah dan industri gula perlu melakukan upaya nyata untuk mencegah kemungkinan penurunan produksi GKP tahun 2015. “Upaya yang paling penting adalah mendorong kenaikan harga lelang yang dapat menutupi biaya produksi yang semakin meningkat,” ucapnya. Upaya lain yang tidak kalah penting dan sangat mendesak adalah pengendalian impor gula mentah. Yadi mengungkapkan, rembesan gula rafinasi yang berasal dari gula mentah impor membuat stok GKP semakin menumpuk di gudang dan harga lelang tertekan. “Hal ini membuat minat petani menanam tebu berkurang sehingga swasembada gula semakin sulit diwujudkan,” tandas Yadi. 

Dalam jangka panjang, pemerintah bersama industri gula di dalam negeri juga harus makin meningkatkan efisiensi produksi gula di dalam negeri. Biaya Pokok Produksi (BPP) gula bisa diturunkan dengan penerapan praktek pertanian terbaik dan budidaya terukur yang diikuti peningkatan efisiensi dan otomatisasi di pabrik. “Biaya produksi kita masih tinggi. Ini harus segera ditangani. Bagaimana agar HPP kita bisa bersaing,” pungkasnya. (Sumber dari sini )

Cari Berita