Kamis, Januari 30, 2014

Biaya Produksi Maksimal 85% RKAP

SURABAYA (24/2/2014) – Manajemen PTPN XI kembali mengingatkan tidak ada jalan lain untuk memenangkan kompetisi pada tahun sulit 2014 yang ditandai ketidakpastian harga gula dan ketidakjelasan apakah iklim bersahabat atau tidak selain melakukan cost reduction strategy (CRS). Pemangkasan dilakukan untuk seluruh biaya sehingga maksimal yang dapat digunakan 85% terhadap RKAP, sedangkan sasaran produksi tidak berubah. Direktur Keuangan PTPN XI Budi Hidayat menyatakan, dari hasil sosialisasi CRS tampak bahwa sejumlah Unit Usaha masih merencanakan alokasi biaya di atas 85%. Untuk keperluan tersebut manajemen mendesak UU bersangkutan kembali melakukan kalkulasi biaya secara cermat sehingga tidak melampaui 85%. Biaya yang tidak terkait langsung dengan produksi ditiadakan atau direduksi secara proporsional.

Sumber dari sini
Share:

Lahirnya "Cost Reduction Strategy"

Setelah tiga hari menggelar rapat koordinasi manajer, PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero) memutuskan akan menggunakan Cost Reduction Strategy (CRS) sebagai strategi perusahaan menghadapi tahun 2014. Sebagaimana yang telah diberitakan sebelumnya, dampak anomali cuaca selama tahun 2013 serta anomali harga gula hingga awal 2014 ini membuat insan industri gula ini bekerja ekstra untuk tetap eksis dalam kelanjutan produksinya. Belum lagi ditambah dengan stok gula hasil produksi 2013 masih menumpuk di gudang karena belum terserap pasar. Keputusan ini diambil setelah para manajer melakukan rapat koordinasi dan beberapa workshop sebagai pengayaan dan pembekalan secara konseptual.

Mengutip statemen Michael Potter seorang tokoh manajemen dunia, Andi Punoko, Direktur Utama PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero) mengatakan pentingnya keberanian mengambil langkah besar dalam menentukan keberlangsungan hidup perusahaan, “ Kalau Anda menggagas bisnis yang sukses pastilah Anda orang yang membuat keputusan berani “, ujarnya. “ Saya terharu dan bangga, temen-temen tetap semangat bahkan hingga dini hari untuk merancang strategi perusahaan kita melalui pembahasan di tiga Focus Group Discussion yang telah terbentuk “, tutur Andi. Sebelumnya Direktur Utama PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero) ini menegaskan kunci keberhasilan memenangkan persaingan setidaknya ada dua, yaitu Operasional yang efektif dan strategi yang kompetitif. Untuk itu pihaknya menekankan pada optimalisasi pada pembinaan aspek human resources yakni Insan PTPN XI itu sendiri. “ Agar strategi itu berhasil, sekali lagi yang harus dilakukan pada SDM adalah menyebarkan lagi virus ProAKSI hingga mendarahdaging, yakni insan PTPN XI harus Produktif, Amanah, berkualitas, simpatik dan inovatif. Leadership harus dikedepankan, manajemen kemudian. Alokasikan waktu untuk karyawan lebih banyak dibanding untuk yang lain. Jangan sampai karyawan mengalami “dehidrasi”, berikan pembinaan, pengawasan dan sentuhan personal pada mereka. Serta jangan kita samakan emas dan loyang, berikan apresiasi kepada yang berprestasi dan sebaliknya ada konsekueni logis jika ada ketidaksesuaian “, terangnya lebih lanjut. 

Ditegaskan kembali dalam paparannya bahwa CRS bukan sekedar program tetapi merupakan suatu strategi yang bukan sekedar dijalankan (reaksi) saja tetapi secara bertahap dan berkesinambungan (proaksi), juga CRS bukan sekedar upaya agar perusahaan “untung” tetapi agar “nilai” perusahaan naik dan biaya bukan sekedar pengeluaran tetapi merupakan “potential profit” yang harus diwujudkan. Syarat untuk meraih itu semua adalah harus ada perubahan sistem dan mekanisme kerja, harus ada pengawasan yang lebih selektif, dan harus lahir inovasi – inovasi. Memfasilitasi hal tersebut, Direksi PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero) membentuk komite diantaranya Komite Penyempurnaan Sistem dan Pengawasan dikepalai oleh D. Yusmanto – Kepala SPI, Komite Inovasi dikepalai oleh Subiyantoro – Kepala Divisi PPU, dan Komite Sistem Cost Reduction yang dikepalai oleh Imam Cipto Suyitno – Kadiv Mekanisasi dan TMA. Komisi tersebut dibentuk untuk membantu dan mengawal proses pelaksanaan rekomendasi tersebut. Selain itu sebagai wujud dari semangat cost reduction dan dalam rangka terciptanya sense of crisis, setiap Direktur yang melaksanakan tugas dinas dan dibiayai perusahaan, Direksi bersepakat akan menggunakan pesawat kelas ekonomi. 

Dan bila menggunakan kelas bisnis atau eksekutif, selisih menjadi tanggungan pribadi yang bersangkutan. Hal lain yang menjadi rekomendasi Rapat Koordinasi Manajer adalah Direksi dan para manajer meminta dan bersepakat untuk dilakukan pemotongan pendapatan, Tunjangan Fungsional, yang dilakukan setiap bulan pada tahun 2014. Besarnya potongan bervariasi mulai dari 5 juta rupiah untuk masing-masing direktur hingga lima ratus ribu untuk masing-masing Kepala urusan. Rapat Koordinasi yang digelar selama tiga hari tersebut ditutup oleh Direktur Utama pada hari Kamis (23/1) dan diharapkan rekomendasi yang dihasilkan dalam rapat Koordinasi tersebut mampu mewujudkan perusahaan yang tangguh, tumbuh, dan terkemuka.

Sumber Berita dari sini
Share:

Senin, Januari 27, 2014

MEKANISME SNIPER PEMBURU TIKUS


Asyik sekali temuwicara informal dengan ketua-ketua kelompok tani di Desa Sambitan, Tulungagung, Jawa Timur, tadi malam. Sekali lagi para petani kita itu begitu banyak idenya. Misalnya dalam hal mekanisasi pertanian. Selama ini yang sudah memasyarakat secara tuntas adalah mesin bajak. Tidak ada lagi petani yang membajak dengan kerbau atau sapi. Tidak ada juga yang mencangkul 100 persen. Mesin bajak sudah sepenuhnya mengganti yang tradisional. Yang juga semakin dominan adalah pwenggunaan mesin perontok gabah. Bahkan banyak petani sendiri sudah mampu membuatnya. Teknologi perontok ini memang sederhana. Yang baru mulai dicoba adalah mesin untuk panen. Perkembangannya juga sangat pesat. Industri mesin panen dalam negeri juga mulai tumbuh. Kalau mesin bajak sudah didominasi produksi dalam negeri, mesin panen pun kelihatannya juga bisa mengikutinya. Yang masih sulit adalah mesin penanam padi (planter). Padahal mencari orang yang menjadi buruh tanam padi kian sulit. Kalau pun ada sudah tua-tua. Wanita muda sudah jarang yang mau terjun ke sawah. Akibatnya biaya tanam mahal sekali. Bahkan jadwal tanam sering harus mundur: menunggu tenaga yang masih dipakai di tempat lain. Ancaman bagi peningkatan produksi beras juga ada di sektor ini. Mesin penanam padi memang sudah ada. Impor. Tapi tidak cocok dengan kebiasaan petani kita. Terutama kebiasaan melakukan pembibitan. Untuk bisa menanam padi dengan mesin, pembibitannya tidak bisa lagi dilakukan di sawah. Pembibitan harus dilakukan secara modern. Biasanya dilakukan di teras rumah. Agar tidak kehujanan. Benih pun tidak ditabur di tanah sawah, tapi di tanah khusus yang ditaruh di atas nampan. Tadi malam, dengan cara duduk lesehan di pendopo rumah lurah Sambitan, kami mendiskusikan ini. Bagaimana agar petani kita mau berubah. Semua mengatakan akan sangat sulit. Mengapa? Petani harus membawa semaian benih itu dari rumahnya ke sawah. Harus ada biaya dan alat transport. Tiba-tiba Pak Imam Muslim, Ketua Kelompok Tani Gempolan angkat tangan. Dia mengutip ide yang pernah dia dengar: pembenihan itu bisa dilakukan di sawah. Caranya: hampar plastik di sawah itu, lalu digelar tanah khusus di atasnya. Dengan demikian benih yang bisa ditaruh di atas mesin planter sudah tersedia di sawah. Memang ada kendala: kalau hujan bagaimana? Tapi, kata pak Imam, itu bisa dicarikan peneduh. Menanam dengan mesin memang tidak bisa ditawar lagi. Petani harus benar-benar mau berubah. Kalau penanam udah bisa dilakukan dengan mesin maka mekanisasi pertanian padi sudah terlaksana: bajak, tanam, penggaruk rumput, pemanen, perontok semuanya menggunakan mesin. Yang tidak kalah menariknya adalah dalam cara memberantas tikus. Petani Tulungagung merasa apa yang dilakukan di Godean, Yogya, masih kalah dengan cara terbaru Tulungagung. Di Godean yang sudah empat tahun gagal panen, memang sudah berhasil panen kembali bulan lalu. Tapi cara yang sama dianggap tidak efektif di Tulungagug. Di sini petani menemukan cara terbaru: mengerahkan sniper. Penembak jitu. Senjata itu sebenarnya senjata biasa. Yang biasa untuk menembak burung. Tapi kini dianggap sangat efektif untuk menembak tikus. senjata itu dilengkapi sinar laser. Malam-malam sinar itu sangat jitu untuk mengincar tikus. Kini ada 15 orang penembak tikus jitu di Tulungagung. Komandan detasemen khusus tikus ini: Turmudi dari desa Sanan. Untuk setiap tikus yang ditewaskan mereka mendapat upah Rp 1.500. Ternyata semua kelompok tani sepakat dengan cara baru ini. Oleh Dahlan Iskan Menteri BUMN

Share:

Sabtu, Januari 25, 2014

PARA PEJUANG PT PERKEBUNAN NUSANTARA XI (PERSERO) PABRIK GULA POERWODADIE

Para Pejuang Tangguh PT Perkebunan Nusantara XI (Persero) Pabrik Gula Poerwodadie.



Share:

Senin, Januari 20, 2014

MANUFACTURING HOPE 112 :JENDRAL SEMUT KEBANGGAAN BANGSA

Salah satu masalah yang harus langsung saya hadapi saat diangkat menjadi Menteri BUMN di akhir tahun 2011 lalu, adalah ini: mencari orang yang harus menggantikan Direktur Utama Perum Bulog saat itu, Sutarto Alimoeso.
Dia oleh banyak kalangan dinilai kurang baik kinerjanya. Namanya sudah resmi diusulkan untuk diganti.
Maka saya pun mulai memilah dan memilih. Terpikir oleh saya untuk mengangkat pak Sofyan Basyir menjadi Dirut Bulog. Tapi saya merasa alangkah sayangnya kalau pak Sofyan Basyir harus meninggalkan jabatannya sebagai Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI). Padahal BRI lagi semangat-semangatnya untuk mengembangkan diri. Terutama untuk menjadi micro banking terbesar di dunia.
Secara pribadi saya juga kasihan kalau dirut bank besar harus turun kelas, meski tugas negara lagi memerlukannya untuk penyelamatan kecukupan pangan. Tapi akhirnya saya putuskan: jangan pak Sofyan Basyir. Beliau harus mewujudkan mimpi besarnya yang tak lain juga mimpi besar kita semua.
Lalu terlintas juga nama Arifin Tasrif, Direktur Utama PT Pupuk Indonesia. Tapi dia lagi melakukan pembenahan total di lima pabrik pupuk kita. Pembenahan bidang pupuk juga sangat strategis. Maka saya pun segera melupakan nama Arifin Tasrif.
Di balik sulitnya mencari calon pengganti pak Sutarto itulah saya “kembali ke laptop”: apakah benar Sutarto harus diganti? Mengapa? Kinerja apa yang kurang? Kurang puas di bagian mananya?
Berdasarkah pertanyaan-pertanyaan itu saya memutuskan ini: bertemu dulu dengan orang yang namanya Sutarto itu. Saya akan bicara dengan dia dan mencari tahu mengapa kinerjanya dinilai kurang baik.
Dari diskusi itu saya mengambil kesimpulan: orang ini tidak perlu diganti. Orang ini lurus, punya integritas. Mencari orang yang berintegritas lebih sulit daripada mencari orang pandai. Mencari orang jujur lebih sulit dari mencari orang pintar.
Saya juga melihat orang ini penampilannya sederhana, tidak tampak hedonis dan punya semangat menyala-nyala. Memang penampilannya mengesankan “gaya orang tua”. Tapi saya bisa menangkap api yang menyala dari mata, kepala, dan hatinya.
Gurat-gurat wajah dan ototnya mencerminkan bukan orang yang bossy di belakang meja.
Yang lebih penting lagi saya memperoleh track record-nya yang cemerlang. Saat menjabat sebagai Dirjen Tanaman Pangan, pak Tarto membukukan prestasi istimewa: indonesia memproduksi beras tertinggi dalam sejarah republik ini.
Keputusan saya kian bulat: orang ini jangan diganti. Beri dia iklim manajemen yang baik. Beri dia keleluasaan yang memadai. Beri dia kebebasan yang cukup untuk mengembangkan ambisinya memimpin Bulog. Tentu saya harus menyampaikan putusan saya itu kepada Bapak Presiden SBY.
Dalam kesempatan pertama bertemu Pak SBY saya bicara soal Bulog. “Bapak Presiden, sebaiknya saya tidak mengganti Dirut Bulog. Saya minta diberi waktu untuk membuktikan sendiri apakah dia benar-benar tidak mampu”, kata saya.
“Pak Dahlan,” kata Bapak Presiden, “Saya serahkan kepada Pak Dahlan untuk mengambil keputusan terbaik.” Kata beliau lagi: “Dulu saya setuju diganti karena saya tidak ingin dinilai mempertahankan teman sekolah saya. Kalau selama ini saya menyetujui pak Tarto diganti itu karena beliau adik kelas saya di SMA di Pacitan.”
Saya pun pamit. Maunya sih berlama-lama di halaman belakang Istana Cipanas yang sejuk dan indah itu, tapi puncak Gunung Gede yang mengawal Istana itu seperti melarang saya berlama-lama di situ.
Apa kata Pak Tarto? “Saya akan buktikan saya bisa,” ujar dia saat saya beritahu bahwa dia tidak jadi diganti.
Pembicaraan itu kini sudah berlangsung dua tahun. Pak Tarto memenuhi janjinya. Saya sangat senang. Usaha saya mempertahankannya tidak memalukan saya. Bahkan membuat bangga. Bukan saja untuk saya pribadi tapi juga membanggakan bangsa Indonesia. Maka tutup tahun 2013 lalu saya menulis di rubrik Manufacturing Hope dengan tema kebanggaan itu.
“Inilah berita yang paling menggembirakan bagi bangsa Indonesia di akhir tahun 2013 ini: Indonesia berhasil tidak impor beras lagi. Ini karena pengadaan beras oleh Bulog mencapai angka tertinggi dalam sejarah Bulog. Sampai tanggal 25 Desember kemarin Bulog berhasil membeli beras petani sebanyak 3,5 juta ton,” begitu tulis saya di pembukaan kolom itu.
Sofyan Basyir sendiri terus all out membesarkan BRI. Tahun 2012 laba BRI mengalahkan Bank Mandiri: 18 triliun rupiah. Tahun lalu meningkat lagi menjadi Rp 21 triliun. Pak Sofyan benar-benar berhasil menjadikan BRI micro banking terbesar di dunia! Alangkah sayangnya bila waktu itu dia pindah ke Bulog.
Memang, begitu ada kepastian tidak diganti, Soetarto langsung tancap gas. Dia bentuk pasukan semut untuk all out membeli beras dari petani. Dia sendiri menjadi jenderalnya. Jenderal Semut. Dia tidak henti-hentinya menjadi kipas angin: muter terus. Dari satu daerah ke daerah lain. Dari satu gudang ke gudang Bulog yang lain.
Hasilnya pun nyata. Gudang-gudang Bulog segera penuh. Harga beras stabil. Kalau sampai harga beras ikut melonjak-lonjak seperti daging dan kedelai maka perekonomian kita kian sulit. Pak Tarto berhasil menjaga gawang salah satu pilar perekonomian kita.
Yang saya juga bangga pada Pak Tarto adalah gaya hidupnya yang tetap sederhana dan rendah hati. Dan itu bisa mewarnai manajemen Bulog. Saya begitu berbunga-bunga ketika ke Brebes mendapat laporan ini: Kepala Gudang Bulog tidak bisa lagi disogok! Beras yang masuk ke gudang Bulog harus tepat mutu dan timbangannya.
Saya senang karena yang bicara ini orang luar yang telah lama menjadi pemasok beras Bulog. Dia bisa membedakan kondisi dulu dan setelah Pak Tarto menangani Bulog.
Kerja kerasnya tidak hanya dilakukan di hari kerja tapi juga di hari-hari weekend. Tidak jarang dia lagi di lapangan ketika saya telepon di Sabtu malam.
Pak Tarto termasuk yang tidak suka berwacana. Kita memang tidak bisa mengatasi masalah hanya dengan ngomel-ngomel. Hanya rapat-rapat. Hanya berwacana. Kita harus berbuat sesuatu. Dan ternyata bisa.
Tahun 2013 kita tidak perlu lagi impor beras. Sutarto menegaskan stok beras di gudang Bulog akhir tahun ini lebih dari dua juta ton.
Pak Tarto memang termasuk sedikit generasi tua di BUMN yang tidak mau kalah dengan generasi yang lebih muda. Dia masih kuat seperti kitiran: muter terus ke gudang-gudang Bulog di seluruh sentra produksi beras. Belakangan dia juga mengganti sepatunya. Dengan sepatu ketsnya, Pak Tarto sering harus bermalam minggu di gudang beras.
Dengan stok beras nasional yang berlebih seperti itu memang ada juga negatifnya: kalau lama tidak disalurkan, kualitas berasnya menurun. Untuk itu saya menerima usulan menarik dari seorang petani di sebuah desa di Bantul. Tahun depan sebaiknya sebagian pengadaan beras Bulog berupa gabah. Agar bisa disimpan lebih lama.
Ide yang bagus dan yang aplikatif dari seorang petani kecil. Tahun depan ide itu benar-benar akan dilaksanakan oleh Bulog. Sekitar 20 persen pengadaan Bulog akan berupa gabah. Ini lebih realistis dan hemat daripada membangun silo-silo vakum yang amat mahal.
Begitu lega rasanya tutup tahun kemarin ditandai dengan keberhasilan tidak impor beras selama tahun 2013.
Tapi kelegaan itu tidak boleh lama-lama. Tahun 2014 harus bisa bertahan tidak impor beras lagi. Artinya: Bulog dengan pasukan semutnya, di bawah pimpinan Jenderal Semut Surtarto Alimoeso tetap harus segera kerja, kerja, kerja.
Oleh Dahlan Iskan
Menteri BUMN
Share:

Senin, Januari 13, 2014

MANUFACTURING HOPE 111 : DENGAN GROBOGAN TIDAK PERLU IMPOR

Kita belum tahu siapa yang akan jadi juara Wirausaha Muda Mandiri tahun ini. Minggu depan, dalam acara yang biasanya dihadiri 5.000 wirausaha muda, kita baru tahu siapa dia. Tiap tahun Bank Mandiri memang mengadakan lomba wirausaha untuk anak muda. Juaranya selalu hebat.
“Saya juara tahun lalu, Pak,” ujar Adi Widjaja saat menyalami saya di sebuah desa di Purwodadi, Jateng. Saya memang ke desa Krangganrejo untuk bertemu warga di situ.
Desa ini dekat stasiun yang akan dirancang untuk disinggahi KA kelak. Saat ini stasiun yang dulunya tidak disinggahi KA itu sedang dibangun dan sudah kelihatan gagahnya.
Adi Widjaja datang ke Krangganrejo dengan membawa dua bungkus plastik kedelai. Satu bungkus berisi kedelai impor dari Amerika Serikat. Satunya lagi berisi kedelai hasil tanamannya sendiri yang dibiayai dari hadiah Rp 1 miliar yang dia dapat dari Bank Mandiri.
Adi ingin agar saya melihat sendiri bahwa kedelai hasil tanamannya lebih bagus dari kedelai Amerika.
Waktu ikut lomba di Bank Mandiri dulu Adi memang mengajukan proposal bisnis kedelai yang menguntungkan. Proposal ini menarik perhatian, terutama di saat Indonesia kekurangan kedelai. Kita harus impor kedelai besar-besaran karena produksi kedelai kita sangat kecil.
Itu karena petani tidak mau tanam kedelai yang hasilnya kalah dari tanam padi atau palawija. Produktivitas tanaman kedelai kita hanya sekitar 1,5 ton/hektar. Kalau harga kedelai hanya Rp 7.000/kg, berarti satu hektar sawah hanya menghasilkan uang sekitar Rp 11 juta/hektar.
Adi Widjaja mengajukan proposal mengejutkan: bisa 3 ton/hektar. Bahkan bisa 3,4 ton/hektar. Kalau ini benar berarti satu hektar sawah bisa menghasilkan Rp 21 juta lebih. Cukup bersaing dengan tanaman padi. Apalagi kedelai Adi ini sudah bisa dipanen dalam 75 hari.
Adi yang lulusan S1 Biologi Universitas Satya Wacana Salatiga dan S2 di Victoria University Melbourne, Australia, itu mengaku bahwa dia hanya mengembangkan penemuan bapaknya. Sang ayah, drh Tjandramukti yang lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB) meninggal dunia tiga tahun lalu dalam usia 75 tahun.
Kalau penemuan Adi ini dikembangkan, maka gugurlah tesis selama ini bahwa kedelai tidak cocok ditanam di negara tropis seperti Indonesia. Selama ini text book mengatakan bahwa kedelai hanya cocok ditanam di negara subtropik yang mataharinya bersinar lebih panjang.

Dari logika “sinar yang lebih panjang” itulah Tjandramukti berangkat melakukan penelitian. Sang ayah ingin membuktikan bagaimana sinar yang pendek bisa ditangkap maksimal sehingga hasilnya sama dengan sinar yang panjang.
Tjandramukti fokus membuat daun kedelai yang mampu menangkap sinar dalam waktu yang lebih pendek tapi daya serapnya lebih besar. Dalam kasus singkong, para penemu membuat daun singkongnya lebih banyak dan tidak cepat rontok.
Dalam hal kedelai ini, ayah Adi tidak ingin membuat daun kedelai yang lebar dan banyak. Ini karena daun yang lebar cenderung melengkung kalau terkena terik matahari yang sangat panas. Kalau daun itu melengkung daya serapnya terhadap sinar berkurang.
Tjandramukti justru ingin menciptakan daun kedelai yang tebal. Agar posisi daun tidak mudah melengkung saat ditimpa terik matahari. Lalu ruas-ruas batang kedelai dia buat pendek untuk efektivitas sistem transportasi. Untuk menciptakan dua hal itu (daun tebal dan ruas pendek) harus diciptakan pupuk khusus.
Walhasil pupuk khusus inilah yang ditemukan Tjandramukti. Jenis pupuk yang bisa mengubah tanah dan mengubah tanaman.
Adi yang meneruskan penelitian sepeninggal ayahanda merahasiakan formula pupuknya. Tapi dia mau menjelaskan bahwa semua itu berbasis kotoran sapi. “Hanya saja makanan sapinya kami atur secara khusus,” kata Adi. “Tetap ada unsur serat, protein, dan karbohidrat, tapi kami campur dengan ramuan khusus,” tambahnya.
Begitu mendapat hadiah Rp 1 miliar dari Bank Mandiri, Adi langsung bergerilya mencari petani yang mau sawahnya ditanami kedelai dengan benih dan pupuk khusus. Dia dapat sawah seluas 950 hektar. Minggu lalu kedelai hampir 1.000 hektar itu panen. Hasilnya 3,4 ton/hektar. Sama dengan produktifitas kedelai Amerika.
Hebatnya kedelai Adi ini bukan teknologi transgenik. Ini kedelai organik. Butirannya lebih seksi dan sedikit lebih besar dari kedelai Amerika.
Mengapa hanya tanam 950 hektar? “Itulah maksimum volume pupuk yang bisa kami buat. Kami hanya punya 50 ekor sapi,” ujar Adi. “Kami perlu beli sapi tambahan untuk bisa bikin pupuk khusus yang lebih banyak.”
Sambil meninggalkan Purwodadi kemarin, saya merasa bersyukur Bank Mandiri bisa “menemukan” Adi Widjaja. Tantangan berikutnya tinggal mengembangkannya. Kita sudah mendapat kendaraan untuk swasembada kedelai. Kita tinggal menyediakan jalannya. Kita bisa!
Oleh Dahlan Iskan
Menteri BUMN
Share:

Senin, Januari 06, 2014

MANUFACTURING HOPE 110 : OLEH-OLEH DARI LONDON UNTUK INVESTASI

Semua penumpang pesawat mengeluh: bukan main lamanya antre terbang di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta. Teman saya harus berada di dalam pesawat lebih satu jam hanya untuk mendapat giliran take-off.
Saya sendiri mengalami hal yang sama. Terbang ke Lampung hanya 45 menit, tapi antre terbangnya lebih lama dari itu.
Sehari-hari pun SHIA (Soekarno Hatta International Airport) sudah padat. Di hari-hari sekitar Natal dan tahun baru lebih parah. Ini karena adanya penerbangan ekstra. Bayangkan, selama 10 hari ini, tiap hari ada 12 penerbangan ekstra. Betapa berhimpitannya jadwal pesawat.
Ke depan sistem penerbangan ekstra harus diubah. Bukan diadakan penambahan jadwal, tapi perusahaan penerbangan diharuskan menggunakan pesawat yang lebih besar. Dengan penambahan ekstra penerbangan, jadwal pesawat benar-benar kacau-balau. Penumpang sangat dirugikan. Demikian juga perusahaan penerbangan. Reputasi Indonesia juga tercoreng.
Mumpung lebaran masih jauh, sistem penerbangan ekstra ini bisa diatur lebih dini. Dunia penerbangan yang mestinya lebih modern dari kereta api atau penyeberangan fery, justru kalah jauh. Sudah dua tahun ini pengangkutan lebaran kereta api dan fery sangat memuaskan. Untuk bandara yang sudah padat sistem penerbangan ekstra sudah tidak cocok lagi. Lebih baik menggunakan jadwal yang sama tapi dengan menggunakan pesawat yang lebih besar. Kalau kita putuskan sekarang, perusahaan penerbangan juga masih punya waktu. Mereka harus menyiapkan diri untuk mengatur pesawat-pesawat besar mengisi jadwal domestik yang gemuk di hari lebaran.
Untuk saat ini jangankan menambah penerbangan ekstra, jadwal yang ada pun harus dikurangi. Untuk apa Jakarta-Surabaya harus 42 kali. Lebih baik 35 kali tapi tepat waktunya lebih terjamin. Demikian juga Jakarta-Medan. Dan yang lain-lain. Kalau memang jumlah penumpang terlalu banyak, kita dorong perusahaan penerbangan menggunakan pesawat yang lebih besar. Seperti Singapore Airline, untuk Jakarta-Singapura yang hanya berjarah 1,5 jam menggunakan pesawat besar Boeing 777.
Langkah untuk mengurangi kepadatan jadwal di SHIA sudah disiapkan: memindahkan sebagian penerbangan ke Bandara Halim Perdanakusumah. Belakangan ini rapat-rapat koordinasi antara TNI AU sebagai pemilik bandara, Kementerian Perhubungan, Angkasa Pura II, dan Perum Airnav terus dilakukan.
Putusan sudah diambil. Setiap hari sekitar 60 penerbangan bisa dipindahkan ke Halim.
Jumat lalu giliran Angkasa Pura II melakukan rapat koordinasi dengan perusahaan-perusahaan penerbangan. Untuk mengecek kesiapan mereka. Ternyata mereka belum siap untuk merealisasikannya di bulan Januari ini. Mereka minta pemindahan itu dilakukan akhir Februari.
Kecuali Citilink. Hanya anak perusahaan Garuda Indonesia ini yang siap memindahkan sebagian jadwalnya ke Halim tanggal 10 Januari nanti. “Baik juga Citilink memulai dulu sekalian untuk ujicoba,” ujar Dirut Angkasa Pura II Tri Sunoko.
Menurut Tri Sunoko pembenahan ruang tunggu dan fasilitas lainnya sudah selesai. Ruang tunggunya cukup untuk tiga penerbangan setiap jam. Pas dengan izin yang diberikan pihak TNI AU untuk pemanfaatan Halim yang tidak mengganggu kesibukan TNI AU di situ. Perusahaan penerbangan di luar Citilink minta waktu sampai akhir Februari karena harus memindahkan sebagian kantor masing-masing ke Halim.
Bagaimana dengan masa depan SHIA sendiri?
Selama ini berkembang pemikiran untuk membangun landasan nomor 3. Tapi kendalanya luar biasa. Terutama karena harus membebaskan tanah 800 hektar. Tanah itu sekarang sudah berupa kampung. Lokasi itu meliputi 13 desa di tiga kecamatan. Bisakah membebaskannya dengan cepat? Dari pengalaman selama ini saya realistis saja: sulit. Dan lama. Dan mahal. Bisa-bisa lima tahun ke depan pun belum terbebaskan semua. Itu pun memerlukan dana pembelian tanah yang mencapai Rp 12 triliun. Total biaya bisa mencapai Rp 40 triliun.
Maka saya memuji langkah Tri Sunoko untuk mengirim staf inti belajar manajemen ke bandara besar. Mereka pergi ke London. Belajar di bandara Heathrow. Itulah bandara nomor tiga tersibuk di dunia. SHIA sendiri tersibuk nomor 10 di dunia.
Bandara Hethrow ini ternyata juga hanya memiliki dua landasan. Sama dengan SHIA. Tapi bisa menampung kesibukan 74 juta penumpang Lebih banyak dari SHIA yang menuju 60 juta penumpang. Hasil belajar ke London ini sangat baik: dengan hanya dua landasan Bandara Heathrow ternyata bisa melayani 100 pergerakan pesawat setiap jam.
Kita di SHIA dengan dua landasan baru bisa melayani 60 pergerakan setiap jam. Bahkan dua tahun lalu hanya bisa melayani 54 pergerakan. Dua tahun terakhir ini, dengan perbaikan-perbaikan manajemen dan sistem bisa meningkat 6 pergerakan.
Belajar dari London, kita juga akan bisa mencapai 74 pergerakan Juni tahun depan. Dengan investasi sekitar Rp 2 triliun di Angkasa Pura II dan Rp 1 triliun di Perum Airnav. Ini akan lebih rasional daripada membangun landasan nomor 3 yang memerlukan dana di atas Rp 30 triliun, itu pun kalau bisa melakukan pembebasan lahan.
Cara mirip ini juga pernah dilakukan RJ Lino, Dirut Pelindo II, di Pelabuhan Teluk Bayur, Padang. Waktu itu, dua tahun lalu, Teluk Bayur tidak mampu lagi melayani kapal yang datang. Kapal harus antre tiga minggu untuk bisa merapat. Semua pihak melihat harus ada pembangunan pelabuhan baru. Investasinya Rp 5 triliun. Pemda sudah sanggup ikut membantu dana.
Tapi Lino pilih melakukan perbaikan manajemen dan modernisasi peralatan pelabuhan. Biayanya hanya Rp 0,8 triliun. Hasilnya ibarat bumi-langit. Kini kapal yang datang ke Teluk Bayur tidak perlu lagi antre!
Pola inilah yang sebaiknya dilakukan di SHIA. Dengan mempercanggih manajemen dan peralatan bisa menghemat uang puluhan triliun.
Share:

Rabu, Januari 01, 2014

Mulai Aktif Dengan Nama Baru

Alhamdulillah, segala puji syukur patutlah senantiasa dipanjatkan kepada Alloh Subhanahu Wa Ta'ala, Rabb seru sekalian alam. Pabrik Gula Poerwodadie yang merupakan salah satu Industri gula di daerah Mataraman, telah mempunyai website sendiri. Sebelumnya seperti telah diketahui bersama, kami telah lama menggunakan alamat http://purwodadi.ptpn-xi.com dengan nunut domain milik Direksi PT Perkebunan Nusantara XI (Persero)  sebagai media informasi kegiatan Pabrik Gula Poerwodadie. 

Mengikuti perkembangan teknologi dan kebutuhan akan pentingnya informasi maka di awal tahun 2014 ini, kami me-launching website dengan berbasis blog dan memakai domain sendiri dengan nama : http://www.pgpoerwodadie.com 




Sebelumnya dengan alamat : http://purwodadi.ptpn-xi.com

Sekarang dengan alamat : http://www.pgpoerwodadie.com
Share:

Blog Archive

Definition List

Unordered List

.

×

Support