Iklim Kering dan Minim Air, PTPN XI Hasilkan Tebu Toleran Kekeringan




Pgpoerwodadie.com, Magetan (19/11/2015):Anda pasti sudah tak asing lagi dengan yang namanya acar, cuka, kecap, kopi luwak, saus sambal, tahu dan tempe. Tahukah Anda, bahwa semua olahan makanan dan minuman tersebut merupakan hasil dari proses bioteknologi konvensional yang telah menjadi bagian dari kehidupan manusia sejak sebelum Masehi? Lain dulu, lain sekarang. Kini, bioteknologi telah berkembang menjadi teknologi yang memanfaatkan sumber daya hayati melalui proses rekayasa genetika. “Pada masa kini, bioteknologi modern berperan untuk memperbaiki dan menyempurnakan teknologi yang sebelumnya sudah ada demi memperoleh hasil yang lebih efisien, presisi dan juga dapat diproduksi secara massal, sehingga bisa menjadi produk dengan harga yang terjangkau,” ujar Head of Research Affairs PT Perkebunan Nusantara XI (PTPN XI) Nurmalasari Darsono. Nurmalasari melanjutkan, “Sebagai peneliti bioteknologi, khususnya di bidang pertanian, ada sangat banyak permasalahan pertanian yang perlu mendapatkan solusinya. Riset bioteknologi pertanian adalah salah satu teknologi yang mampu memberikan solusi lebih baik dengan adanya keunggulan teknologi.” 

Seperti yang kita ketahui, industri pertanian Indonesia masih menerapkan metode konvensional, dimana sebagian besar proses produksinya bergantung pada alam dan cuaca yang tak dapat dikendalikan oleh manusia maupun teknologi. Ditambah lagi dengan perubahan cuaca dan iklim yang terjadi akibat pemanasan global. Bisa dibilang, industri pertanian Indonesia memiliki faktor risiko yang tinggi, yaitu gagal panen yang akan berdampak negatif pada stok pangan nasional. Demi menjaga stok pangan nasional, pertanian Indonesia membutuhkan sebuah langkah bersifat teknis dan strategis yang mampu meningkatkan produksi pertanian. 

Bioteknologi pertanian menawarkan solusi untuk mengantisipasi kemungkinan gagal panen, yaitu dengan menghasilkan varietas bibit yang toleran kekeringan, tahan hama maupun penyakit, serta memilki daya tahan lebih kuat bila tergenang air selama lebih dari dua minggu. Selain itu, bioteknologi juga memiliki kemampuan untuk mendeteksi penyakit tanaman secara cepat. Hal itu diungkapkan langsung oleh Nurmalasari, “Bioteknologi juga menyediakan perangkat deteksi cepat penyakit tanaman melalui teknologi protein rekombinan yang dapat diaplikasikan sendiri oleh para petani di lahan mereka.Industri pertanian memperoleh manfaat dari bioteknologi melalui ketersediaan bahan baku yang ajeg sepanjang tahun. Bagi industri apapun, faktor ketersediaan bahan baku adalah faktor utama dalam mata rantai proses produksi.” Dalam setiap penelitian yang dilakukan, PTPN XI selalu menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, karena bioteknologi membutuhkan keilmuan spesifik dari para pakar. Untuk kebutuhan riset bioteknologi, PTPN XI menggandeng sejumlah pihak, seperti Ajinomto Co, Inc. dan beberapa perguruan tinggi Indonesia, seperti Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Bandung, Universitas Airlangga serta Universitas Jember. Belum lama ini, PTPN XI berhasil menciptakan varietas bibit tebu toleran kekeringan yang mampu menghasilkan kadar gula tinggi, dan deteksi dini penyakit mosaik dengan teknologi protein rekombinan. Riset tebu toleran kekeringan sendiri dilakukan atas dasar mempertimbangkan faktor lahan kering dan kekurangan air yang menjadi permasalahan umum pertanian Indonesia. 

Salah satu contoh kasus adalah wilayah pantai utara Jawa Timur yang memiliki iklim cenderung kering. Pengairan pun sulit dilakukan, sehingga produktivitasnya rendah. Melihat masalah-masalah tersebut, PTPN XI akhirnya memutuskan untuk meneliti, mengembangkan sekaligus menghasilkan sebuah produk yang mampu bertahan hidup di sebuah lahan yang terletak di wilayah beriklim kering, sekalipun tidak mendapatkan pengairan secara teratur. Dan produk yang dimaksud adalah tebu produk rekayasa genetika (PRG). Sampai saat ini, produk tebu bioteknologi hasil riset PTPN 11 masih menunggu proses evaluasi Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasan Genetik (KKH PRG) untuk pengujian keamanan pakan. Proses uji kemananan pakan tertunda karena Kementerian Pertanian masih belum menerbitkan Panduan Keamanan Pakan. 

Disamping itu, proses untuk mendapatkan sertifikat hak perlindungan varietas pun masih berlangsung. Oleh karena itu, penanaman masih dilakukan di lahan hak guna usaha (HGU) milik PTPN XI dalam bentuk tebu bibit dan kebun percobaan. Meskipun demikian, antusiasme para petani Indonesia terhadap tebu hasil riset PTPN XI ini sangat tinggi. “Dalam beberapa kali sosialisasi dengan para petani tebu yang pernah kami lakukan, antusiasme dan minat mereka untuk menanam tebu ini sangat besar,” terang Nurmalasari. Setelah itu, ia mengutarakan harapannya, “Pemerintah Indonesia memang mempunyai perangkat regulasi yang ketat. Harapan kami, regulasi yang ketat ini tidak menyurutkan langkah peneliti muda bioteknologi Indonesia untuk aktif berperan serta. Pemerintah menganut prinsip menerima dengan kehati-hatian yang kemudian diaplikasikan dalam perangkat regulasi yang ketat.” 

 Nurmalasari pun berharap untuk ke depannya akan ada bentuk kerja sama yang bersinergi dan berkelanjutan antara peneliti, industri atau perusahaan, petani dan pemerintah dalam menjalankan riset bioteknologi. Sebab, riset merupakan langkah awal dalam upaya peningkatan produksi pertanian. Peran pemerintah dalam kerja sama tersebut adalah memberikan dukungan berupa kebijakan yang berpihak kepada pembangunan sektor pertanian, sehingga para petani memiliki kebebasan untuk memilih teknologi yang diinginkan agar mampu meningkatkan produksi pangan.

Sumber berita dari sini 

Cari Berita